Maraknya Isu Amandemen UUD, Pakar Khawatir Juga Akan Merembet Soal Presiden

banner 468x60

Cyberinvestigasi.com, Rabu, 18 Agustus 2021, Jakarta – Pakar hukum tata negara Fery Amsari, turut memiliki sebuah ke-khawatiran atas amandemen UUD 1945 yang mana justru akan menjadi pintu masuknya kepentingan elite politik.
Mulai dari penambahan wewenang MPR sampai perubahan masa jabatan presiden”,
Ia menyebut, jika itu terjadi maka akan merusak cita-cita dari perbaikan sistem konstitusi yang dibangun sejak reformasi.

“Akan ada potensi bola salju satu kepentingan di mana bola salju itu menggelinding dan membesar, dan itu bisa masuk ke-kepentingan kepentingan politik jangka pendek yang tidak baik bagi ketatanegaraan bagi kita, ucapnya.

Seperti adanya isu periode ketiga, pemilihan presiden melalui MPR,” ucap Fery, saat menjelaskan kepada CNNIndonesia, pada Senin lalu, (16/8/2021).

Fery melanjutkan, penambahan masa jabatan presiden dan wewenang MPR akan berbahaya.
Selain itu juga, ia menyebut itu tidak sehat dan seakan kembali ke orde baru”,

Kemudian Ia mengatakan, apa lagi jika ditambah dengan kehadiran Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN), yang dinilai serupa dengan GBHN Orde Baru, yang dimanfaatkan untuk membungkam kebebasan hak-hak yang telah ditetapkan oleh konstitusi.

“Nanti akan dikatakan KPK bertentangan GBHN, bahkan presiden bisa bertentangan dengan GBHN ini ujung-ujungnya mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi,” katanya.

Fery, kembali mengatakan bahwa wacanan amandemen itu harus diwaspadai.

Sebab, kemungkinan poin-poin tadi untuk dimasukan akan selalu ada meskipun elite politik saat ini menampiknya”,
Oleh sebab itu, Fery mengkritik, jika memang akan dilakukan amandemen, maka harus dilakukan secara transparan.
Ia menyebut berbagai usulan dari DPR, MPR, dan DPD harus dibeberkan ke publik secara detail.

“Selama ini beberapa perubahan yang berkaitan dengan hukum jangan lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Fery beranggapan, di saat itu lah kemungkinan kepentingan elit politik dimasukan.

“Harus diingat ada ruang selalu berupaya untuk dilakukan Ketika perubahan di saat pembahasan. Dan ruang itu tidak jelas juntrungannya apa, karena mereka bisa memasukan banyak hal,” ucapnya.

Ini bukan waktu yang tepat, sebab saat ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Fery juga menilai seharusnya pemerintah fokus pada penanganan pandemi.

“Kenapa kemudian membahas perubahan UUD di masa pandemi? cenderung pembahasan di masa masa dalam keadaan genting berbahaya seperti ini lebih sarat kepentingan politiknya daripada kepentingan publik,” ujarnya.

Terpisah, Peneliti poltik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati berpandangan serupa. Ia mengatakan, amandemen dilakukan ketika ada perubahan yang sangat besar atau terdesak.

“Kita belum nemu konteks yang menjadi legitimasi UUD harus diubah,” ucapnya.

Sebelumnya, DPR, MPR dan presiden kompak mendorong adanya amandemen terbatas UUD 1945. Ketua MPR, Bambang Soesatyo mengatakan amandemen itu hanya untuk menghadirkan PPHN.

Ia juga mengatakan, presiden berpesan agar amandemen tidak melebar ke hal lain, termasuk perubahan masa jabatan presiden. Sementara itu, wakil ketua DPD RI, Sultan Najamudin mengusulkan agar pemilihan presiden dan wakil presiden kembali dipilih oleh MPR.

*Puskominfo Indonesia*

Cyber-Red
(M.s.)

banner 300x250

Related posts

banner 468x60