cyberinvestigasi.com, Selasa, 05 Januari 2021 – Dalam sebuah pelaksanaan pembangunan mushala yang berlokasi di Kompleks Grand Wisata, digugat oleh pihak pengembang.
Pasalnya, persoalan yang kini terjadi disinyalir dari adanya sengketa tentang pendirian rumah ibadah yang kini sedang kembali berlangsung.
Selanjutnya, pada kesempatan kali ini terjadi antara warga dan pengembang klaster Water Garden, Grand Wisata, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Disebabkan bahwa keinginan warga muslim di klaster tersebut untuk harapan nya membangun mushala justru berujung gugatan di pengadilan.
Gugatan diajukan oleh PT Putra Alvita Pratama, selaku pihak pengembang di Perumahan Grand Wisata, dengan alasan bahwa warga sudah melakukan wanprestasi.
Pengembang juga menjelaskan, dalam hal tersebut adalah sesuai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) PPJB Nomor: 1000001*** tanggal 8 Juli 2015, bahwa bidang tanah yang di atasnya dibangun untuk sebuah mushala seharusnya untuk tempat tinggal.
Dalam kesempatan lainnya juga dikatakan Rahman.
“Intinya pengembang merasa keberatan terhadap tanah yang sudah kami beli dan dibangun untuk rumah ibadah, sebab menurut mereka harusnya tanah tersebut hanya untuk dibangun rumah tinggal,” kata Rahman Kholid, selaku ketua Yayasan Al-Muhajirin Klaster Water Garden Perumahan Grand Wisata saat dihubungi, Selasa (5/1/2021).
Menurut Rahman, alasan pengembang tersebut adalah mengada-ada, dan Rahman juga menjelaskan.
“Memang benar bahwa ada PPJB Nomor: 1000001*** yang mengatur tanah dibeli untuk tempat tinggal. Tetapi dalam PPJB Nomor: 1000001477 itu juga disebutkan bahwa tanah yang telah dibeli dan dibayar lunas tersebut menjadi tanggung jawab pembeli setelah nya diserahkan pengembang, pungkasnya.
Serah terima itu sendiri sudah dilaksanakan pada 27 Agustus 2018 dengan berita acara yang ditandatangani bersama antara Rahman Kholid dengan PT Putra Alvita Pratama. Setelah serah terima, warga juga sudah sepakat untuk membangun musala di atas tanah yang berlokasi di Blok BH08/39 tersebut.
”Intinya perjanjian itu sudah selesai karena di dalam perjanjian itu dinyatakan bahwa setelah serah terima, tanah jadi tanggung jawab pembeli. Terlebih lagi sepanjang aturan membolehkan, kami sudah mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk pendirian tempat ibadah. Kok dikembalikan lagi ke perjanjian jual beli”, tutur Rahman, diakhir satu penyampaiannya.
Cyber/Red
(M.s)