Cyberinvestigasi.com, Jakarta – Seiring gaung transparansi yang selalu digelorakan di setiap lembaga-lembaga negeri ini, akan tetapi masyarakat masih sulit untuk mendapatkan hak nya, bahkan rasa frustasi dan keputusasaan yang seringkali diperolehnya.
Hal ini juga dialami oleh penulis, dalam perjuangannya sebagai masyarakat konsumen yang sedang mencari keadilan seringkali dihadapkan pada tantangan besar, mulai dari proses hukum yang masih lamban hingga pengabaian bukti-bukti penting pendukung lainnya.
Salah satu kasus yang sedang dihadapi oleh penulis yakni tentang hak konsumen dalam perkara dengan Nomor Register 80 K/Pdt/2025 di Mahkamah Agung, yang penulis anggap belakangan menjadi sorotan publik.
Kasus bermula dari gugatan konsumen penulis bernama Elnard Peter yang merasa dirugikan akibat dugaan cacat tersembunyi Geometri Roda pada Produk Toyota All New Kijang Innova yang dibelinya pada tahun 2021 lalu, tetapi Auto2000 wilayah Bintaro menolak memperbaiki atau mengembalikan uang, dengan alasan yang dianggap penulis tidak jelas dan bentuk pengabaian terhadap hak-hak sebagai konsumen.
Namun, sepanjang proses hukum di tingkat pertama hingga banding, penulis merasa heran kepada Majelis hakim karena bukti-bukti yang diajukan oleh penulis yaitu Baku Mutu Produk, serta hasil pemeriksaan produk dan keterangan saksi ahli perlindungan konsumen tidak dipertimbangkan sama sekali.
Penulis menduga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tidak menerapkan prinsip-prinsip pembuktian terbalik, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
Hal ini menurut penulis, seharusnya Legislasi ini membebankan tanggung jawab pembuktian terbalik kepada pelaku usaha atas kualitas produk yang dipersengketakan.
Sebaliknya, penulis menganggap bahwa pengadilan tidak menerapkan “Audi et alteram partem” yaitu hanya memutus perkara dengan dugaan mengandalkan keterangan secara sepihak khususnya dari saksi ahli otomotif dengan tidak memeriksa produk, alat bukti otentik bahkan pihak penulis sebagai Penggugat.
Akibatnya, gugatan penulis sebagai hak masyarakat konsumen untuk mencari bentuk keadilan terkait cacat tersembunyi pada produk pun ditolak.
Termasuk penulis merasa kecewa bahwa Baku mutu produk milik pencipta produk dan pemilik merk tidak diperiksa, majelis hakim memutus Perkara yang hanya berdasarkan keterangan ahli otomotif yang diajukan pihak tergugat tanpa sertifikasi keahlian.
Padahal, dalam UU Perlindungan Konsumen memiliki asas lex specialis derrogate generalii, dengan kekhususan pembuktian terbalik yang dibebankan kepada pelaku usaha dan wajib menggunakan Baku Mutu produk itu sendiri sebagai hukum formil tunggal dalam pembuktian demi hukum.
Penulis menganggap bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya berdasarkan keterangan saksi ahli otomotif, sengaja mengabaikan kedudukan hukum baku mutu yang diatur dalam repair manual produk. Hal itu sama saja majelis hakim mengkhianati UU Perlindungan Konsumen sekaligus mengakomodir pihak oknum pekerja perusahaan Merk Toyota yang diduga turut mengkhianati pemilik perusahaan Merk Toyota dan masyarakat konsumennya.
Cyber_Red
Mpap Suprapto