Puskominfo Indonesia: “Diberitakan Miring Gunakan Hak Jawab, Bukan Berlindung di Balik Oknum Aparat”

banner 468x60

cyberinvestigasi.com, Direktur Eksekutif Puskominfo Indonesia, Diansyah Putra Gumay, SE, S,Kom, MM sangat menyayangkan adanya intervensi oknum aparat terhadap tugas dan fungsi seorang jurnalis dalam setiap mempublikasikan pemberitaan “miring”, terutama yang menyangkut perusahaan bermasalah. Terkesan, oknum-oknum tersebut menjadi backing ketika wartawan mengungkap fakta dan kesalahan yang dilakukan pihak perusahaan.

Hal ini diutarakan Gumay menyikapi adanya intervensi oknum aparat (Bhabinkamtibmas-red.) terhadap jurnalis media topbogor.com yang mengungkap adanya masalah di PT. Hafitz Ruseta Grup (HRG) terkait pengrusakan eksplorasi lingkungan, yang dituding warga setempat setelah adanya perusahaan tersebut, Kp. Setu, Bogor selalu mengalami banjir saat datang musim penghujan.

Menurut Gumay, Jika itu fakta dan berdasar, sesuai dengan temuan dan sudah dikonfirmasi kepada pihak berkompeten, kenapa harus menyuruh oknum untuk menghubungi wartawan yang menulis berita tersebut? “Yang saya lihat ini terkesan intimidasi kepada wartawan yang menulis oleh pihak perusahaan melalui oknum aparat,” kata Gumay di kediamannya, Jumat (10/01/20)

Gumay menilai, tulisan tersebut sudah memenuhi 5W+H dan kode etik jurnalistik, bahkan konfirmasi kepada narasumber berkompeten, termasuk warga setempat yang merasa dirugikan. “Kalau pihak perusahaan merasa belum dikonfirmasi, itu mungkin karena menghindar dari konfirmasi wartawan yang bersangkutan,” kata Gumay.

Gumay menyarankan kepada pihak perusahaan yang merasa diberitakan miring tersebut agar bisa menempuh jalur jalur yang berlaku di Pers, salah satunya memberikan klarifikasi. “Kalau merasa “kebakaran jenggot atas berita, beri klarifikasi, ada Hak Jawab dalam Pers. Bukan nyuruh aparat panggil wartawan menghadap ke perusahaan. Ini namanya intimidasi,” tegas. Gumay.

Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun1999 tentang Pers Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 11 disebutkan bahwa “Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya”.

Kemudian dalam Ayat 12 disebutkan “Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

“Diperjelas lagi dalam Ayat 13 bahwa Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Jadi Pers sendiri punya aturan dan payung hukum. Bukan menghadapi Pers dengan berlindung di balik oknum penegak hukum,” kata Gumay.

Seperti diketahui, kerusakan eksplorasi di lingkungan tersebut menurut warga setempat terjadi pada dua aliran sungai yang sejak dulu melintas di lahan yang sebelum dibeli perusahaan tersebut. Namun saat dijadikan satu dengan cara ditutup dan diurug, terjadi luapan air sehingga tidak tertampung pada sungai tersebut. Hal itu berakibat dapat merusak persawahan warga.

Di satu sisi, Dinas PUPR melalui Kabid Tata Ruang sendiri ketika dikonfirmasi mengakui bahwa perusahaan tersebut diduga belum mengatongi Site Plan dan Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) bahkan tidak memasang plang nama yang dianggap warga untuk menghindari tagihan pajak reklame. EDY – BOGOR

banner 300x250

Related posts

banner 468x60