cyberinvestigasi.com, Tewasnya wartawan media online Demas Laira di Mamuju Tengah, Sulawesi Barat sontak jadi sorotan publik, khususnya para awak media dan perkumpulan organisasi pers.
Peristiwa pembunuhan yang dialami Demas Leira terbilang sadis. Korban ditemukan terkapar di pinggir jalan oleh warga Dusun Salubijau, Kecamatan Karosa, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat dalam kondisi tak bernyawa dengan sejumlah luka tusuk di bagian ketiak sebelah kiri dan dada pada Rabu (19/8/20) lalu.
Peristiwa ini tentu saja menambah daftar deretan wartawan yang tewas dalam kondisi mengenaskan saat bertugas dan menjalankan fungsinya sebagai sosial kontrol. Untuk, para insan pers berharap Polri dapat mengungkap pelaku pembunuhan dan motif di balik peristiwa tersebut.
Diketahui, korban merupakan wartawan kabardaerah.com dan indometro.id, sebagaimana ID Card yang dimilikinya ketika ditemukan polisi saat olah TKP.
Senada dengan organisasi pers lain, kecaman juga datang dari Direktur Eksekutif Puskominfo Indonesia, Diansyah Putra Gumay, SE, S.Kom, MM. “Saya mengecam keras atas pembunuhan yang terjadi pada wartawan di Mamuju,” kata Gumay, Jumat (21/8/20) di Bogor.
Untuk itu atas nama Puskominfo Indonesia, Gumay mengingatkan kepada setiap wartawan yang tengah bertugas agar dalam setiap melakukan investigasi dan menggali temuan untuk berita, bisa berhati-hati.
“Kalau bisa tidak sendirian. Karena profesi seperti ini (wartawan-red) banyak yang tidak suka, sehingga jangan sampai kejadian seperti ini terjadi lagi,” harap Gumay.
Lebih jauh Gumay melihat, saat ini banyak terjadi kriminalisasi terhadap wartawan dan peristiwa yang terjadi pada wartawan di Sulawesi Barat ini merupakan perbuatan keji.
“Ini sangat keji. Padahal Majelis Umum PBB saja melindungi tugas pers. Bahkan wartawan itu tidak boleh dibunuh saat keadaan perang sekalipun. Nah, ini kejahatan tinggi, harus diungkap dan pelakunya harus dihukum seberat-beratnya, bila perlu hukum mati,” tegas Diansyah Gumay.
Perlu diketahui, Hari Kebebasan Pers Dunia diproklamirkan oleh Majelis Umum PBB dalam Deklarasi Sofia A/DEC/48/432 tahun 1993 yang jatuh setiap tanggal 3 Mei.
Kemudian dalam Deklarasi Windhoek 1991 menandaskan prinsip-prinsip kemandirian dan keberagaman dalam jurnalisme sebagai bagian penting dalam perlindungan kebebasan berekspresi dan berpendapat yang diakui PBB sejak tahun 1948.
Prospek kebebasan pers di Indonesia setelah Deklarasi Sofia dan sejak pengakuan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dalam beberapa sisi justru menghadapi kemunduran yang sistematis, akibat implementasi berbagai kebijakan yang cenderung represif.(Tim)